Nalar Dalam Memahami Tahapan Penyusunan APBD Terhadap Polemik RKPD dan KUA PPAS Bondowoso

Bondowoso, independentnew-post.com

Sesuai dengan UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah pada Pasal 152 dijelaskan. Dalam hal ini DPRD mempunyai fungsi anggaran yang diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD Kabupaten/Kota yang diajukan oleh Bupati/wali kota.

Fungsi itu dijalankan, salah satunya adalah dengan membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh Bupati/wali kota berdasarkan RKPD. 

“Untuk mengacu ketentuan ini maka KUA PPAS itu disusun oleh Bupati untuk dibahas oleh DPRD dan mengacu pada RKPD.” Terang Hermanto Rohman Dosen Keuangan Daerah dan Administrasi Negara UNEJ. Jumat (14/08/2020).

Sebelum menyusun KUA PPAS maka disusun terlebih dahulu RKPD sebagaimana dalam pasal 265 UU No 23 tahun 2014, RKPD ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Bupati).

Sedangkan penyusunan RKPD dalam UU No 23 tahun 2014 maka akan diatur melalui peraturan menteri.

Untuk penyusunan RKPD tahun 2021 keluar Permendagri No 40 tahun 2020 dijelaskan bahwa penyusunan RKPD kabupaten mengacu pada RPJMD dan RKPD Provinsi tahun 2021 dan RKPD Provinsi mengacu pada RKP Nasional tahun 2021.

“Jadi kalau mengikuti ketentuan pasal 5 ayat 2 Permendagri No 40 tahun 2020 proses penetapan rancangan Perkada tentang RKPD Kabupaten/Kota dilakukan paling lama 1 (satu) minggu setelah Perkada tentang RKPD provinsi ditetapkan.” kata Hermanto Rohman Dosen Keuangan Daerah dan Administrasi Negara UNEJ.

Dari penjelasan tersebut bahwa baik RKPD maupun KUA PPAS logikanya mengacu pada RPJMD, serta Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021, dan RKPD ketika sudah menjadi acuan KUA PPAS bentuk hukumnya adalah Perkada dan pasti ditandatangani Bupati.

Sedangkan KUA PPAS yang diserahkan Bupati kepada DPRD untuk dibahas pastinya sebagai produk yang disusun Bupati jadi secara hukum pastinya pengajuannya kepada DPRD ditandatangani melalui surat bupati.

“Jadi aneh kalau memang ada implementasi atau tafsir bahwa RKPD dan KUA PPAS itu produk OPD dan ditandatangani oleh kepala OPD dalam hal ini saya tidak pernah menemukan implementasi maupun tafsir yang demikian.” Kata Hermanto Rohman Dosen Keuangan Daerah dan Administrasi Negara UNEJ.

Bagaimana proses dan siapa yang terlibat dalam penyusunan KUA PPAS?

Penyusunan RKPD, KUA PPAS merupakan bagian tahapan dalam penyusunan keuangan daerah/ APBD.

Dalam penyusunan atau perencanaan keuangan Daerah jika mengacu pada PP No 12 tahun 2019 merupakan kewenangan dari pemegang kuasa pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini adalah kepala daerah atau bupati (pasal 4).

Bupati sebagai Kepala Daerah dapat melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan
dan pertanggung jawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah.

Biasanya untuk menyusun perencanaan Anggaran melaui KUA PPAS maka dibentuk TAPD yang dikoordinir oleh Sekda dan dibantu beberapa kepala OPD, Jadi peran TAPD adalah sebagai mandat dalam membantu  kewenangan Bupati untuk menyusun Perencanaan Anggaran / APBD.

Sedangkan mandat sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan anggaran di depan DPRD adalah Bupati.

Jadi fungsi TAPD yang dikoordinir Sekda dan didalamnya ada kepala OPD adalah sebagai Tim yang dibentuk oleh bupati dalam menjalankan kewenangan sebagai pemegang kekuasaan anggaran.

Jadi keabsahan KUA PPAS tidak ada sangkut pautnya dengan keberadaan bagian dari tim penyusun atau OPD yang dipermasalahkan dalam hal ini adanya Plt.

Jadi kalau ada masalah dalam pejabat yang diberikan mandat ada masalah dalam menjalankan kewenangannya maka kewenangannya kembali pada pejabat yang memberi mandat dalam hal ini Bupati dan ini yang diatur dalam  UU No 30 tahun 2014 terutama pada pasal 14. 

Dalam praktik perencanaan tidak ada kasus yang menjadi masalah jika dalam OPD masih setatusnya Plt dan tidak ada kasus yang ini mempengaruhi keabsahan prosedur Penyusunan APBD.

“Sekali lagi bahwa pemegang kekuasaan anggaran tetap ada ditangan Bupati apalagi Nota Kesepakatan KUA PPAS itu tidak ada ceritanya ditandatangani kepala OPD dan DPRD namun ditandatangani Bupati atau jika berhalangan adalah wakil bupati.” Tambahnya.

Apa yang perlu dipahami DPRD dan Pemerintah daerah

Perencanaan anggaran melalui APBD tahun 2021 sesuai dengan Permendagri no 64 tahun 2020 diatur timeline waktunya keterlambatan satu tahapan tahapan (KUA PPAS) akan berdampak pada keterlambatan tahapan lainnya.

“Jika terjadi keterlambatan APBD tentunya rakyat yang dirugikan dan tentunya akan ada mekanisme sanksi yang akan diberikan bisa kepada eksekutif atau legislatif atau salah satunya dimana diperoleh alasan pihak mana yang menjadi faktor terjadinya keterlambatan.” pungkas Hermanto.

Disisi lain, Didit ketua Laskar Aswaja turut angkat bicara terkait Pembahasan KUA PPAS 2021 tersebut, “Kami menyayangkan sikap politis dari DPRD Bondowoso dengan menolak pembahasan KUA PPAS 2021 kerena plt yang ada dan seterusnya”. Jumat (14/08/2020).

Didit ketua Laskar Aswaja

Mengacu pada Peraturan Pemerintah no 12 tahun 2014 pasal 4 jelas bahwasanya “Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan”.

Pun demikian dengan administrasi pemerintahan sebagai mana yang termaktub dalam UU nomer 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan pasal 14.

Maka kami meminta kepada DPRD Kabupaten Bondowoso untuk meneruskan pembahasan karena molornya pembahasan akan berdampak pada proses pembangunan di Bondowoso menjadi terhambat.

“Kami sebagai warga Bondowoso cukup terengah engah menghadapi Pandemi Covid 19 ini, ditambah pembahasan KUA PPAS 2021 dan APBD yang molor.” Pungkas Didit. (Sukri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *